waoooowww ...........ternyata buah yang sering kita makan banyak terdapat jazad renik lhoooooo!!!! pengen tau jazad renik yang terkandung serta info mengenai buah ?? yuux baca artikel dibawah ini !!
Jazad Renik Pada Buah-buahan
Buah-buahan
merupakan bagian tanaman hasil penyerbukan antara putik dan benang sari.
Umumnya buah-buahan dikonsumsi setelah makanan utama sebagai pencuci mulut.
Pemilihan buah-buahan sebagai pelengkap nutrisi bahan pangan biasanya
berdasarkan pada sifat fisiknya terlebih dahulu yang dinilai secara subjektif,
misal tingkat kematangan (ripening).
Pada dasarnya hasil pertanian berupa buah-buahan mempunyai
sifat yang cepat dan mudah rusak bila dibandingkan dengan komoditas lain
misalnya berbentuk biji-bijian, karena setelah dipetik atau dipanen akan
mengalami proses biologis seperti perubahan warna kemudian diakhiri pembusukan
yang disebabkan oleh jasad renik. jasad renik itu muncul
sebagai akibat dekomposisi jaringan tumbuhan atau hewan yang mati. Dengan kata
lain mereka mengira bahwa organisme hidup berasal dari bahan mati yang
mengalami penghancuran. Populasi jasad renik yang terdapat pada buah-buahan,
menyangkut jumlah dan jenisnya, sangat bervariasi. Hal ini disebabkan karena
pengaruh selekstif terhadap jumlah dan jenis jasad awal yang terdapat pada buah.
Sumber-sumber mikrofolora yang terdapat pada buah dapat berasal dari tanah, air
permukaan, debu, kotoran hewan atau manusia lingkugan, udara, dan sebagainya.
Berbagai pengaruh selektif menyebabkan satu atau beberapa jenis jasad renik
mungkin menjadi dominan dibandingkan dengan jasad renik lainnya. Berbagai
faktor sangat menentukan apaah suatu kelompok jasad renik yang terdapat di
dalam suatu makanan dapat tumbuh subur, tetap dorman, atau mati. Dorman yaitu
suatu keadaan di mana suatu sel jasad renik tidak mati, tetapi jugatidak dapat
tumbuh karena tidak melakukan proses metabolisme. Faktor-faktor
tersebut dapat dibedakan atas beberapa kelompok, yaitu faktor intrinsik, factor
pengolahan faktor ekstrinsik, dan faktor implisit.
Faktor
Intrinsik
a. Ph
Tingkat
keasaman (pH) menunjukkan banyaknya ion hidrogen pada suatu bahan. Setiap bahan
pangan mempunyai pH yang berbeda-beda. Buah-buahan mempunyai pH berkisar antara
1,0 – 7,5. Secara umum, buah-buahan mengalami kerusakan karena jamur dan yeast karena
kemampuan kedua mikrobia tersebut untuk tumbuh pada pH di bawah 3,5. Pertumbuhan
mikrobia membutuhkan pH tertentu berkaitan dengan permeabilitas membran
sitoplasma dan metabolisme mikrobia. Setiap mikrobia mempunyai permeabilitas
membran sitoplasma yang tidak sama sehingga mempengaruhi toleransi mikrobia
terhadap pH lingkungan. Ada asumsi bahwa mikrobia mampu melakukan stabilisasi
pH isi selnya secara efisien, namun kenyataan membuktikan bahwa pH lingkungan
berpengaruh terhadap pH sel mikrobia. Penurunan pH isi sel mikrobia lebih
efektif terjadi bila lingkungan diasamkan dengan asam organik. Untuk melakukan
metabolisme dengan baik, mikrobia membutuhkan pH yang sesuai untuk aktivitas
enzim secara optimal. Bila pH lingkungan tidak sesuai untuk aktivitas enzim
secara optimal, maka mikrobia tidak dapat melakukan metabolisme dengan baik. Akibatnya
mikrobia tidak dapat tumbuh dengan optimal.
b. Aktivitas
aw
Sel
jasad renik memerlukan air untuk hidup dan berkembangbiak, oleh karena itu
pertumbuhan sel jasad renik didalam suatu makanan sangat dipengaruhi oleh
jumlah air yang tersedia. Jasad renik mempunyai
kebutuhan aw minimal yang berbeda – beda untuk
pertumbuhannya. Aktivitas air (aw) adalah banyaknya air
yang tersedia dalam bahan makanan yang menentukan proses-proses kerusakan bahan
makanan seperti proses kimiawi, enzimatis, mikrobiologis atau entomologis.
Dengan kata lain aw ditentukan oleh banyaknya air bebas dalam bahan makanan,
air dalam bentuk lainnya tidak membantu terjadinya proses kerusakan tersebut.
Sedangkan kandungan air yang terdapat pada buah hamper mencapai 97% contohnya
adalah tomat, hal ini yang menyebabkan buah tidak dapat bertahan lama karena
jasad renik mudah tumbuh sehingga buah lebih cepat terkontaminasi jasad renik.
Faktor
Ekstrinsik (Lingkungan)
Bahan pangan segar atau makanan olahan yang tidak
langsung dikonsumsi memerlukan tahap penyimpanan atau transpor/distribusi. Faktor-faktor
yang mempengaruhi penyimpanan dan transpor seperti suhu, kelembaban dan susunan gas, merupakan faktor lingkungan
(ekstrinsik) yang mempengaruhi populasi jasad renik yang terdapat pada makanan.
Faktor
Pengolahan
Pada makanan khususnya buah yang telah diolah atau
diawetkan, jumlah dan jenis jasad renik yang dominan selain dipengaruhi oleh
faktor intrinsik juga dipengaruhi oleh proses pengolahan atau pengawetan yang
diterapkan terhadap buah tersebut. Proses pengolahan seperti pemanasan dan
irradiasi dapat membunuh sebagian atau seluruh jasad renik, terutama yang tidak
tahan panas atau irradiasi, sedangkan perlakuan
pengolahan lainnya mungkin hanya memperlambat kecepatan pertumbuhan jasad
renik. Sebagai contoh, populasi jasad renik yang terdapat pada buah yang telah
mengalami proses pengeringan akan berbeda dengan populasi jasad renik yang
terdapat pada buah yang diawetkan dengan cara pendinginan. Selain dapat
mengurangi populasi jasad renik pada buah, proses pengolahan yang kurang baik
kadang-kadang juga dapat menambah jumlah dan jenis jasad renik pada buah.
Selain itu, penambahan atau pencampuran buah dengan bahan-bahan lain yang
terkontaminasi atau penggunaan alat-alat pengolahan yang sebelumnya tidak
dicuci dengan bersih juga dapat menambah kontaminasi jasad renik pada buah.
Faktor
Implisit
Adanya berbagai jasad renik yang terdapat pada buah
kadang-kadang mengakibatkan dua atau lebih jasad renik hidup, bersama saling
menguntungkan (sinergisme) atau jasad renik yang satu merugikan pertumbuhan
jasad renik lainnya (antagonisme). Sebagai contoh, adanya suatu bakteri patogen
atau pembusuk pada makanan mungkin tidak mengakibatkan keracunan pada orang menelannya
atau menyebabkan kebusukan makanan tersebut, karena metabolisme dan pertumbuhan
bakteri patogen atau pembusuk tersebut diatur atau dihambat oleh adanya jasad
renik lainnya. Sebagai contoh, bakteri patogen seperti Salmonella dan
Staphylococcus aureus yang terdapat pada suatu makanan akan dihambat
pertumbuahnnya jika di dalam makanan tersebut terdapat kelompok bakteri lainnya
yang tergolong Lactobacillaceae.
Pengawetan
Buah
Setelah
buah dipanen, produk hasil pertanian tetap melakukan kegiatan fisiologis.
Aktifitas fisiologis dapat menyebabkan produk hasil pertanian mengalami
perubahan terus menerus namun dapat diminimalisasi. Setelah panen, tahap
akhirnya adalah pelayuan dan pembusukan.
Faktor-faktor
biologis yang dapat dihambat untuk meminimalisasi proses pelayuan adalah
respirasi, transpirasi, faktor anatomi, dan produksi etilena. Komoditi dengan
laju respirasi yang tinggi cenderung mudah rusak. Transpirasi merupakan
pengeluaran air dari jaringan produk nabati. Transpirasi yang berlebihan dapat
menyebabkan pelayuan, pengurangan berat, serta pengurangan nilai gizi.
Pengurangan laju respirasi dan transpirasi dapat dilakukan dengan teknik pelapisan
(coating), penyimpanan pada suhu rendah, dan memodifikasi atmosfer ruang
penyimpanan (Controlled Atmosfer Storage).
Etilena
merupakan senyawa organik sederhana yang memegang peran dalam pertumbuhan,
perkembangan, dan pelayuan. Etilena merupakan penyebab terjadinya proses
pelayuan. Oleh karena itu untuk menghambatnya, etilena dapat dioksidasikan
dengan KMnO4 ¬atau ozon. Pereaksi KMnO4 dapat menyerap gas etilena yang
dikeluarkan oleh produk nabati.
Metode
pengawetan merupakan usaha memperlambat pematangan buah dengan cara
memperlambat proses respirasi dan transpirasi serta menangkap gas etilena yang
terbentuk. Beberapa cara untuk mengawetkan buah adalah dengan cara pendinginan,
pembungkusan dengan polietilena (PE), dan penambahan bahan kimia tertentu.
Penyimpanan buah memerlukan temperatur optimum untuk mempertahankan mutu dan kesegaran. Pendinginan di bawah temperatur 15˚C dan di atas titik beku disebut chilling storage. Namun, pendinginan dapat menyebabkan kerusakan pada buah pisang, yaitu warna menjadi kusam, tidak bisa masak, dan perubahan cita rasa. Kondisi optimum buah pisang yaitu 11-20˚C. Pengemasan dengan pembungkus polietilena (PE) dapat memperlambat proses pemasakan. Pengawetan buah dengan penambahan bahan aditif tertentu dapat dengan beberapa cara di antaranya, penambahan gula, penambahan bahan pengawet, penambahan antioksidan, dan sebagainya.
Penyimpanan buah memerlukan temperatur optimum untuk mempertahankan mutu dan kesegaran. Pendinginan di bawah temperatur 15˚C dan di atas titik beku disebut chilling storage. Namun, pendinginan dapat menyebabkan kerusakan pada buah pisang, yaitu warna menjadi kusam, tidak bisa masak, dan perubahan cita rasa. Kondisi optimum buah pisang yaitu 11-20˚C. Pengemasan dengan pembungkus polietilena (PE) dapat memperlambat proses pemasakan. Pengawetan buah dengan penambahan bahan aditif tertentu dapat dengan beberapa cara di antaranya, penambahan gula, penambahan bahan pengawet, penambahan antioksidan, dan sebagainya.
Pengawetan
buah dilakukan dengan menambahkan sejumlah gula dan memasaknya, merupakan
metode pengawetan yang paling umum dilakukan. Beberapa macam jenis pengawetan
dengan pembuatan manisan antara lain (Anonim 2007):
1. Golongan
I, manisan basah dengan larutan gula encer. Buah yang biasa digunakan dalam
manisan ini antara lain jambu, kedondong, salak, dan mangga
2. Golongan
II, manisan larutan gula kental yang menempel pada buah. Buah yang biasa
digunakan dalam manisan ini antara lain pala, ceremai, dan lobi-lobi.
3. Golongan
III, manisan kering dengan gula pasir utuh (gula tidak larut dan menempel pada
buah). Buah yang biasa digunakan dalam manisan ini antara lain mangga dan
kedondong.
4. Golongan
IV, manisan kering asin karena unsur yang dominan dalam bahan adalah garam.
Buah yang biasa digunakan dalam manisan ini antara lain jambu biji, mangga, dan
belimbing. Gula yang ditambahkan ke dalam bahan pangan dalam konsentrasi yang
tinggi (minimal 40% padatan terlarut) sebagian dari air yang ada menjadi tidak
tersedia untuk pertumbuhan mikroorganisme. Produk-produk pangan berkadar gula
tinggi cenderung rusak oleh khamir dan kapang, yaitu kelompok mikroorganisme
yang cenderung mudah rusak oleh panas (seperti dalam pasteurisasi).
Proses
perendaman buah dalam larutan gula dibagi dalam 2 cara, yaitu cara lambat dan
cepat. Perendaman lambat, perlakuan perendaman dalam larutan gula memerlukan
waktu lama ± 24 jam hingga 3 minggu untuk konsentrasi gula 30% hingga dicapai
70%. Perendaman cepat dilakukan hanya sekitar 3-4 jam hingga diperoleh kadar
gula 68-70%. Konsentrasi gula 70% merupakan konsentrasi yang dapat menghambat
pertumbuhan mikroba (Anonim 2007).
Pengawetan
dengan penambahan zat antimikroba, berguna untuk menghambat pertumbuhan jasad
renik. Pengawetan dengan penambahan zat anti oksidan alami dapat melindungi
buah, dengan cara mereduksi radikal-radikal bebas.
Tingkat keawetan
buah dapat dipertahankan dengan cara merendam buah pada air dengan temperatur
80-95°C selama 3-5 menit yang biasa disebut proses blanching. Perlakuan ini
bertujuan menonaktifkan enzim dan bakteri yang hidup dalam buah.
Tekstur ketegaran buah dapat dilakukan dengan merendamnya dala larutan garam kalsium klorida. Garam kalsium klorida (CaCl2) merupakan elektrolit kuat yang mudah larut dalam air. Selain CaCl2 yang biasa digunakan untuk mengawetkan buah agar tetap bertekstur keras adalah CaCO3, Ca-laktat, Ca-sitrat dan Ca-hidroksida. Ion kalsium bereaksi dengan asam amino sehingga menghambat reaksi pencoklatan, sehingga dapat mencegah browning enzimatik dan memperkuat tekstur buah.
Tekstur ketegaran buah dapat dilakukan dengan merendamnya dala larutan garam kalsium klorida. Garam kalsium klorida (CaCl2) merupakan elektrolit kuat yang mudah larut dalam air. Selain CaCl2 yang biasa digunakan untuk mengawetkan buah agar tetap bertekstur keras adalah CaCO3, Ca-laktat, Ca-sitrat dan Ca-hidroksida. Ion kalsium bereaksi dengan asam amino sehingga menghambat reaksi pencoklatan, sehingga dapat mencegah browning enzimatik dan memperkuat tekstur buah.
Terdapat dua
macam enzim pemecah pektin yang terdapat pada jaringan buah yang telah masak,
yaitu esterase dan poligalakturonase, yang aktivitasnya meningkat selama proses
pematangan buah. Proses pengolahan, pemanasan atau pembekuan dapat melunakkan
jaringan sel tanaman tersebut, ion kalsium akan berikatan dengan pektin
membentuk Ca-paktinat yang bersifat tidak larut dalam air dan menghasilkan
tekstur yang keras. Hal ini disebabkan oleh terbentuknya ikatan menyilang
antara ion kalsium divalen dengan polimer senyawa pektin yang bermuatan negatif
yaitu pada gugus karboksil asam galakturonat dalam jumlah yang besar sehingga
jaringan molekul melebar. Adanya jaringan tersebut akan mempengaruhi daya larut
senyawa pektin dan akan semakin kokoh dari pengaruh mekanis (Anonim 2007).
JAMUR YANG TERDAPAT PADA BUAH
Aspergillus niger
Aspergillus niger merupakan salah satu spesies yang paling umum dan mudah
diidentifikasi dari genus Aspergillus,
familiMoniliaceae, ordo Monoliales dan kelas Fungi imperfecti. Aspergillus nigerdapat tumbuh
dengan cepat, diantaranya digunakan secara komersial dalam produksi asam
sitrat, asam glukonat dan pembuatan berapa enzim seperti amilase, pektinase,
amiloglukosidase dan sellulase.Aspergillus niger dapat tumbuh pada suhu 35ºC-37ºC (optimum), 6ºC-8ºC (minimum),
45ºC-47ºC (maksimum) dan memerlukan
oksigen yang cukup (aerobik). Aspergillus niger memiliki bulu dasar berwarna putih atau kuning
dengan lapisan konidiospora tebal berwarna coklat gelap sampai hitam. Kepala konidia berwarna hitam,
bulat, cenderung memisah menjadi bagian-bagian yang lebih longgar dengan
bertambahnya umur. Konidiospora memiliki dinding yang halus, hialin tetapi juga
berwarna coklat.
Aspergillus niger memerlukan mineral (NH4)2SO4,
KH2PO4, MgSO4, urea, CaCl2.7H2O,
FeSO4, MnSO4.H2O untuk menghasilkan enzim
sellulase. Sedangkan untuk enzim amilase khususnya amiglukosa diperlukan (NH4)2SO4,
KH2PO4 .7H2O,
Zn SO4, 7H2O. Bahan organik dengan kandungan nitrogen
tinggi dapat dikomposisi lebih cepat dari pada bahan organik yang rendah
kandungan nitrogennya pada tahap awal dekomposisi. Tahap selanjutnya bahan
organik yang rendah kandungan nitrogennya dapat dikomposisi lebih cepat
daripada bahan organik dengan kandungan nitrogen tinggi. Penurunan bahan
organik sebagai sumber karbon dan nitrogen disebabkan oleh Aspergillus niger sebagai sumber energinya untuk bahan
penunjang pertumbuhan atau Growth
factor.
Aspergillus niger dalam
pertumbuhannya berhubungan langsung dengan zat makanan yang terdapat dalam
substrat, molekul sederhana yang terdapat disekeliling hifa dapat langsung
diserap sedangkan molekul yang lebih kompleks harus dipecah dahulu sebelum
diserap ke dalam sel, dengan menghasilkan beberapa enzim ekstra seluler. Bahan
organik dari substrat digunakan oleh Aspergillus niger untuk aktivitas transport
molekul, pemeliharaan struktur sel dan mobilitas sel
Penicillium sp
Penicillium dan Aspergillus melayani dalam produksi
beberapa enzim biotechnologically diproduksi dan makromolekul lain, seperti
asam glukonat, sitrat, dan tartrat, serta beberapa pectinases, lipase, amilase,
selulase, dan protease.
Dua genus ini (Penicillium dan Aspergillus) merupakan cendawan yang
bersifat antagonisme yang mempunyai daya antibiotic yang berperan dalam
ketahanan tanaman.
Genus Penicillium mengeluarkan substansi
racun citrimun (CH13H14O5) berupa kristal dan
genus Aspergillus mengeluarkan aflatoksin (C12H12O6)
(Djafaruddin, 2000). Penicillium dan Aspergillus mempunyai pengaruh terhadap mikroorganisme pathogen tanaman.
Ketahanan tanaman cabai meningkat karena jalinan hifa cendawan Penicillium dan Aspergillus dapat menjadi penghalang
bagi serangan jamur tanah (Gerdemann, 1975 dalam Yulianto, 1989
Tidak ada komentar:
Posting Komentar