Selasa, 08 Mei 2012

Jazad Renik Pada Buah-buahan


waoooowww ...........ternyata buah yang sering kita makan banyak terdapat jazad renik lhoooooo!!!! pengen tau jazad renik yang terkandung serta info mengenai buah ?? yuux baca artikel dibawah ini !!

Jazad Renik Pada Buah-buahan

Buah-buahan merupakan bagian tanaman hasil penyerbukan antara putik dan benang sari. Umumnya buah-buahan dikonsumsi setelah makanan utama sebagai pencuci mulut. Pemilihan buah-buahan sebagai pelengkap nutrisi bahan pangan biasanya berdasarkan pada sifat fisiknya terlebih dahulu yang dinilai secara subjektif, misal tingkat kematangan (ripening). 
Pada dasarnya hasil pertanian berupa buah-buahan mempunyai sifat yang cepat dan mudah rusak bila dibandingkan dengan komoditas lain misalnya berbentuk biji-bijian, karena setelah dipetik atau dipanen akan mengalami proses biologis seperti perubahan warna kemudian diakhiri pembusukan yang disebabkan oleh jasad renik. jasad renik itu muncul sebagai akibat dekomposisi jaringan tumbuhan atau hewan yang mati. Dengan kata lain mereka mengira bahwa organisme hidup berasal dari bahan mati yang mengalami penghancuran. Populasi jasad renik yang terdapat pada buah-buahan, menyangkut jumlah dan jenisnya, sangat bervariasi. Hal ini disebabkan karena pengaruh selekstif terhadap jumlah dan jenis jasad awal yang terdapat pada buah. Sumber-sumber mikrofolora yang terdapat pada buah dapat berasal dari tanah, air permukaan, debu, kotoran hewan atau manusia lingkugan, udara, dan sebagainya. Berbagai pengaruh selektif menyebabkan satu atau beberapa jenis jasad renik mungkin menjadi dominan dibandingkan dengan jasad renik lainnya. Berbagai faktor sangat menentukan apaah suatu kelompok jasad renik yang terdapat di dalam suatu makanan dapat tumbuh subur, tetap dorman, atau mati. Dorman yaitu suatu keadaan di mana suatu sel jasad renik tidak mati, tetapi jugatidak dapat tumbuh karena tidak melakukan proses metabolisme. Faktor-faktor tersebut dapat dibedakan atas beberapa kelompok, yaitu faktor intrinsik, factor pengolahan faktor ekstrinsik, dan faktor implisit.

Faktor Intrinsik
a.       Ph
Tingkat keasaman (pH) menunjukkan banyaknya ion hidrogen pada suatu bahan. Setiap bahan pangan mempunyai pH yang berbeda-beda. Buah-buahan mempunyai pH berkisar antara 1,0 – 7,5. Secara umum, buah-buahan mengalami kerusakan karena jamur dan yeast karena kemampuan kedua mikrobia tersebut untuk tumbuh pada pH di bawah 3,5. Pertumbuhan mikrobia membutuhkan pH tertentu berkaitan dengan permeabilitas membran sitoplasma dan metabolisme mikrobia. Setiap mikrobia mempunyai permeabilitas membran sitoplasma yang tidak sama sehingga mempengaruhi toleransi mikrobia terhadap pH lingkungan. Ada asumsi bahwa mikrobia mampu melakukan stabilisasi pH isi selnya secara efisien, namun kenyataan membuktikan bahwa pH lingkungan berpengaruh terhadap pH sel mikrobia. Penurunan pH isi sel mikrobia lebih efektif terjadi bila lingkungan diasamkan dengan asam organik. Untuk melakukan metabolisme dengan baik, mikrobia membutuhkan pH yang sesuai untuk aktivitas enzim secara optimal. Bila pH lingkungan tidak sesuai untuk aktivitas enzim secara optimal, maka mikrobia tidak dapat melakukan metabolisme dengan baik. Akibatnya mikrobia tidak dapat tumbuh dengan optimal.

b.      Aktivitas aw
Sel jasad renik memerlukan air untuk hidup dan berkembangbiak, oleh karena itu pertumbuhan sel jasad renik didalam suatu makanan sangat dipengaruhi oleh jumlah air yang tersedia. Jasad renik mempunyai kebutuhan aw minimal yang berbeda – beda untuk pertumbuhannya. Aktivitas air (aw) adalah banyaknya air yang tersedia dalam bahan makanan yang menentukan proses-proses kerusakan bahan makanan seperti proses kimiawi, enzimatis, mikrobiologis atau entomologis. Dengan kata lain aw ditentukan oleh banyaknya air bebas dalam bahan makanan, air dalam bentuk lainnya tidak membantu terjadinya proses kerusakan tersebut. Sedangkan kandungan air yang terdapat pada buah hamper mencapai 97% contohnya adalah tomat, hal ini yang menyebabkan buah tidak dapat bertahan lama karena jasad renik mudah tumbuh sehingga buah lebih cepat terkontaminasi jasad renik.

Faktor Ekstrinsik (Lingkungan)
Bahan pangan segar atau makanan olahan yang tidak langsung dikonsumsi memerlukan tahap penyimpanan atau transpor/distribusi. Faktor-faktor yang mempengaruhi penyimpanan dan transpor seperti suhu, kelembaban dan susunan gas, merupakan faktor lingkungan (ekstrinsik) yang mempengaruhi populasi jasad renik yang terdapat pada makanan.

Faktor Pengolahan
Pada makanan khususnya buah yang telah diolah atau diawetkan, jumlah dan jenis jasad renik yang dominan selain dipengaruhi oleh faktor intrinsik juga dipengaruhi oleh proses pengolahan atau pengawetan yang diterapkan terhadap buah tersebut. Proses pengolahan seperti pemanasan dan irradiasi dapat membunuh sebagian atau seluruh jasad renik, terutama yang tidak tahan panas atau irradiasi, sedangkan perlakuan pengolahan lainnya mungkin hanya memperlambat kecepatan pertumbuhan jasad renik. Sebagai contoh, populasi jasad renik yang terdapat pada buah yang telah mengalami proses pengeringan akan berbeda dengan populasi jasad renik yang terdapat pada buah yang diawetkan dengan cara pendinginan. Selain dapat mengurangi populasi jasad renik pada buah, proses pengolahan yang kurang baik kadang-kadang juga dapat menambah jumlah dan jenis jasad renik pada buah. Selain itu, penambahan atau pencampuran buah dengan bahan-bahan lain yang terkontaminasi atau penggunaan alat-alat pengolahan yang sebelumnya tidak dicuci dengan bersih juga dapat menambah kontaminasi jasad renik pada buah.

Faktor Implisit
Adanya berbagai jasad renik yang terdapat pada buah kadang-kadang mengakibatkan dua atau lebih jasad renik hidup, bersama saling menguntungkan (sinergisme) atau jasad renik yang satu merugikan pertumbuhan jasad renik lainnya (antagonisme). Sebagai contoh, adanya suatu bakteri patogen atau pembusuk pada makanan mungkin tidak mengakibatkan keracunan pada orang menelannya atau menyebabkan kebusukan makanan tersebut, karena metabolisme dan pertumbuhan bakteri patogen atau pembusuk tersebut diatur atau dihambat oleh adanya jasad renik lainnya. Sebagai contoh, bakteri patogen seperti Salmonella dan Staphylococcus aureus yang terdapat pada suatu makanan akan dihambat pertumbuahnnya jika di dalam makanan tersebut terdapat kelompok bakteri lainnya yang tergolong Lactobacillaceae.

Pengawetan Buah
            Setelah buah dipanen, produk hasil pertanian tetap melakukan kegiatan fisiologis. Aktifitas fisiologis dapat menyebabkan produk hasil pertanian mengalami perubahan terus menerus namun dapat diminimalisasi. Setelah panen, tahap akhirnya adalah pelayuan dan pembusukan.
Faktor-faktor biologis yang dapat dihambat untuk meminimalisasi proses pelayuan adalah respirasi, transpirasi, faktor anatomi, dan produksi etilena. Komoditi dengan laju respirasi yang tinggi cenderung mudah rusak. Transpirasi merupakan pengeluaran air dari jaringan produk nabati. Transpirasi yang berlebihan dapat menyebabkan pelayuan, pengurangan berat, serta pengurangan nilai gizi. Pengurangan laju respirasi dan transpirasi dapat dilakukan dengan teknik pelapisan (coating), penyimpanan pada suhu rendah, dan memodifikasi atmosfer ruang penyimpanan (Controlled Atmosfer Storage).
Etilena merupakan senyawa organik sederhana yang memegang peran dalam pertumbuhan, perkembangan, dan pelayuan. Etilena merupakan penyebab terjadinya proses pelayuan. Oleh karena itu untuk menghambatnya, etilena dapat dioksidasikan dengan KMnO4 ¬atau ozon. Pereaksi KMnO4 dapat menyerap gas etilena yang dikeluarkan oleh produk nabati.
Metode pengawetan merupakan usaha memperlambat pematangan buah dengan cara memperlambat proses respirasi dan transpirasi serta menangkap gas etilena yang terbentuk. Beberapa cara untuk mengawetkan buah adalah dengan cara pendinginan, pembungkusan dengan polietilena (PE), dan penambahan bahan kimia tertentu.
Penyimpanan buah memerlukan temperatur optimum untuk mempertahankan mutu dan kesegaran. Pendinginan di bawah temperatur 15˚C dan di atas titik beku disebut chilling storage. Namun, pendinginan dapat menyebabkan kerusakan pada buah pisang, yaitu warna menjadi kusam, tidak bisa masak, dan perubahan cita rasa. Kondisi optimum buah pisang yaitu 11-20˚C. Pengemasan dengan pembungkus polietilena (PE) dapat memperlambat proses pemasakan. Pengawetan buah dengan penambahan bahan aditif tertentu dapat dengan beberapa cara di antaranya, penambahan gula, penambahan bahan pengawet, penambahan antioksidan, dan sebagainya.
Pengawetan buah dilakukan dengan menambahkan sejumlah gula dan memasaknya, merupakan metode pengawetan yang paling umum dilakukan. Beberapa macam jenis pengawetan dengan pembuatan manisan antara lain (Anonim 2007):
1.      Golongan I, manisan basah dengan larutan gula encer. Buah yang biasa digunakan dalam manisan ini antara lain jambu, kedondong, salak, dan mangga
2.      Golongan II, manisan larutan gula kental yang menempel pada buah. Buah yang biasa digunakan dalam manisan ini antara lain pala, ceremai, dan lobi-lobi.
3.      Golongan III, manisan kering dengan gula pasir utuh (gula tidak larut dan menempel pada buah). Buah yang biasa digunakan dalam manisan ini antara lain mangga dan kedondong.
4.      Golongan IV, manisan kering asin karena unsur yang dominan dalam bahan adalah garam. Buah yang biasa digunakan dalam manisan ini antara lain jambu biji, mangga, dan belimbing. Gula yang ditambahkan ke dalam bahan pangan dalam konsentrasi yang tinggi (minimal 40% padatan terlarut) sebagian dari air yang ada menjadi tidak tersedia untuk pertumbuhan mikroorganisme. Produk-produk pangan berkadar gula tinggi cenderung rusak oleh khamir dan kapang, yaitu kelompok mikroorganisme yang cenderung mudah rusak oleh panas (seperti dalam pasteurisasi).
Proses perendaman buah dalam larutan gula dibagi dalam 2 cara, yaitu cara lambat dan cepat. Perendaman lambat, perlakuan perendaman dalam larutan gula memerlukan waktu lama ± 24 jam hingga 3 minggu untuk konsentrasi gula 30% hingga dicapai 70%. Perendaman cepat dilakukan hanya sekitar 3-4 jam hingga diperoleh kadar gula 68-70%. Konsentrasi gula 70% merupakan konsentrasi yang dapat menghambat pertumbuhan mikroba (Anonim 2007).
Pengawetan dengan penambahan zat antimikroba, berguna untuk menghambat pertumbuhan jasad renik. Pengawetan dengan penambahan zat anti oksidan alami dapat melindungi buah, dengan cara mereduksi radikal-radikal bebas.
Tingkat keawetan buah dapat dipertahankan dengan cara merendam buah pada air dengan temperatur 80-95°C selama 3-5 menit yang biasa disebut proses blanching. Perlakuan ini bertujuan menonaktifkan enzim dan bakteri yang hidup dalam buah.
Tekstur ketegaran buah dapat dilakukan dengan merendamnya dala larutan garam kalsium klorida. Garam kalsium klorida (CaCl2) merupakan elektrolit kuat yang mudah larut dalam air. Selain CaCl2 yang biasa digunakan untuk mengawetkan buah agar tetap bertekstur keras adalah CaCO3, Ca-laktat, Ca-sitrat dan Ca-hidroksida. Ion kalsium bereaksi dengan asam amino sehingga menghambat reaksi pencoklatan, sehingga dapat mencegah browning enzimatik dan memperkuat tekstur buah.
Terdapat dua macam enzim pemecah pektin yang terdapat pada jaringan buah yang telah masak, yaitu esterase dan poligalakturonase, yang aktivitasnya meningkat selama proses pematangan buah. Proses pengolahan, pemanasan atau pembekuan dapat melunakkan jaringan sel tanaman tersebut, ion kalsium akan berikatan dengan pektin membentuk Ca-paktinat yang bersifat tidak larut dalam air dan menghasilkan tekstur yang keras. Hal ini disebabkan oleh terbentuknya ikatan menyilang antara ion kalsium divalen dengan polimer senyawa pektin yang bermuatan negatif yaitu pada gugus karboksil asam galakturonat dalam jumlah yang besar sehingga jaringan molekul melebar. Adanya jaringan tersebut akan mempengaruhi daya larut senyawa pektin dan akan semakin kokoh dari pengaruh mekanis (Anonim 2007).

JAMUR YANG TERDAPAT PADA BUAH

Aspergillus niger

Aspergillus niger merupakan salah satu spesies yang paling umum dan mudah diidentifikasi dari genus Aspergillus, familiMoniliaceae, ordo Monoliales dan kelas Fungi imperfecti. Aspergillus nigerdapat tumbuh dengan cepat, diantaranya digunakan secara komersial dalam produksi asam sitrat, asam glukonat dan pembuatan berapa enzim seperti amilase, pektinase, amiloglukosidase dan sellulase.Aspergillus niger dapat tumbuh pada suhu 35ºC-37ºC (optimum), 6ºC-8ºC (minimum), 45ºC-47ºC (maksimum) dan memerlukan oksigen yang cukup (aerobik). Aspergillus niger memiliki bulu dasar berwarna putih atau kuning dengan lapisan konidiospora tebal berwarna coklat gelap sampai hitam. Kepala konidia berwarna hitam, bulat, cenderung memisah menjadi bagian-bagian yang lebih longgar dengan bertambahnya umur. Konidiospora memiliki dinding yang halus, hialin tetapi juga berwarna coklat.
Aspergillus niger memerlukan mineral (NH4)2SO4, KH2PO4, MgSO4, urea, CaCl2.7H2O, FeSO4, MnSO4.H2O untuk menghasilkan enzim sellulase. Sedangkan untuk enzim amilase khususnya amiglukosa diperlukan (NH4)2SO4, KH2PO4 .7H2O, Zn SO4, 7H2O. Bahan organik dengan kandungan nitrogen tinggi dapat dikomposisi lebih cepat dari pada bahan organik yang rendah kandungan nitrogennya pada tahap awal dekomposisi. Tahap selanjutnya bahan organik yang rendah kandungan nitrogennya dapat dikomposisi lebih cepat daripada bahan organik dengan kandungan nitrogen tinggi. Penurunan bahan organik sebagai sumber karbon dan nitrogen disebabkan oleh Aspergillus niger sebagai sumber energinya untuk bahan penunjang pertumbuhan atau Growth factor.
Aspergillus niger dalam pertumbuhannya berhubungan langsung dengan zat makanan yang terdapat dalam substrat, molekul sederhana yang terdapat disekeliling hifa dapat langsung diserap sedangkan molekul yang lebih kompleks harus dipecah dahulu sebelum diserap ke dalam sel, dengan menghasilkan beberapa enzim ekstra seluler. Bahan organik dari substrat digunakan oleh Aspergillus niger untuk aktivitas transport molekul, pemeliharaan struktur sel dan mobilitas sel

Penicillium sp


Penicillium dan Aspergillus melayani dalam produksi beberapa enzim biotechnologically diproduksi dan makromolekul lain, seperti asam glukonat, sitrat, dan tartrat, serta beberapa pectinases, lipase, amilase, selulase, dan protease.
Dua genus ini (Penicillium dan Aspergillus) merupakan cendawan yang bersifat antagonisme yang mempunyai daya antibiotic yang berperan dalam ketahanan tanaman.
Genus Penicillium mengeluarkan substansi racun citrimun (CH13H14O5) berupa kristal dan genus Aspergillus mengeluarkan aflatoksin (C12H12O6) (Djafaruddin, 2000).  Penicillium dan Aspergillus mempunyai pengaruh terhadap mikroorganisme pathogen tanaman. Ketahanan tanaman cabai meningkat karena jalinan hifa cendawan Penicillium dan Aspergillus dapat menjadi penghalang bagi serangan jamur tanah (Gerdemann, 1975 dalam Yulianto, 1989

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Info Lainnya